Jakarta, 4 April 2024 — Komisi X DPR RI menyelenggarakan rapat kerja bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Gedung Nusantara, DPR RI, Jakarta, Rabu (3/4). Agenda raker hari ini membahas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Bahasa Daerah. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, menyebut, RUU tersebut sebagai komitmen nyata dalam pelindungan dan pengembangan bahasa daerah yang sejalan dengan upaya penyediaan guru bahasa daerah yang kompeten.
Terkait dengan pelindungan dan pengembangan bahasa daerah, secara khusus Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) melaksanakan dua program. Pertama, program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD). Program ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan bahasa daerah dengan cara dan materi yang menyenangkan di lingkungan keluarga, komunitas, dan sekolah, dengan mempertimbangkan kondisi wilayah tutur.
Kedua, program pendeteksian daya hidup atau vitalitas bahasa daerah dengan penginputan data dan penghitungan dialektometri secara daring. Pendeteksian dilakukan dengan mengukur daya hidup bahasa di suatu daerah secara cepat dan akurat, serta pemutakhiran peta bahasa.
Mendikbudristek, Nadiem A. Makarim, menyampaikan bahwa jumlah provinsi yang telah melaksanakan program RBD mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2021, RBD dilaksanakan di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan dengan lima bahasa daerah yang direvitalisasi yaitu Sunda, Jawa, Makassar, Bugis, dan Toraja.
Kemudian, pada 2022, jumlah provinsi meningkat menjadi 13 provinsi dengan 39 bahasa daerah yang direvitalisasi. Lalu, pada 2023, jumlah provinsi meningkat menjadi 25 provinsi dengan 72 bahasa daerah atau dialek yang direvitalisasi. Pada 2024, RBD dilaksanakan di semua provinsi di Indonesia dengan 92 bahasa daerah yang direvitalisasi.
Sementara itu, dalam upaya penyediaan guru bahasa daerah yang kompeten, Badan Bahasa telah melakukan tiga upaya yaitu 1) menelaah urgensi regulasi terkait guru Bahasa Daerah, sehingga guru bahasa daerah dapat terpisah dan tidak lagi menjadi bagian dari guru seni budaya; 2) menyiapkan program studi atau konsentrasi pilihan di perguruan tinggi sebagai upaya penyiapan sumber daya guru yang kompeten berbahasa daerah; serta 3) menyiapkan dukungan dan penyiapan sumber daya penyiapan guru bahasa daerah melalui penerimaan seleksi Calon Aparatur Sipil Negara dalam upaya penerapan pembelajaran multilingual.
Menanggapi hal tersebut, Agustina Wilujeng Pramestuti dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) menyambut baik pembahasan RUU Bahasa Daerah. Ia mendorong agar pembahasan RUU ini segera dimulai pada masa pemerintahan berikutnya.
Senada dengan itu, Adrianus Asia Sidot perwakilan dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) melihat pentingnya perlindungan bahasa daerah. “Diperlukan waktu setidaknya dua tahun untuk merampungkan pembahasan sebuah RUU. Saya harap semoga segera terealisasikan,” ujarnya.
Berikutnya, Syaiful Huda, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengapresiasi RUU Bahasa Daerah sebagai perangkat dalam menguatkan RBD. “RUU Bahasa Daerah semoga dapat diakselerasi secara baik dan disempurnakan sehingga dapat mendorong semua program di Kemendikbudristek,” tuturnya seraya menyetujui usulan jika RUU Bahasa Daerah dapat dibahas pada periode pemerintahan selanjutnya.
Hal ini pula yang disampaikan oleh perwakilan Fraksi Partai Demokrat, Bramantyo Suwondo. “Membahas RUU Bahasa Daerah menurut kami sangat penting karena kami ingin solusi yang pasti supaya RUU Bahasa Daerah menjadi substansi yang kuat dalam upaya pelestarian bahasa daerah,” ujar Bramantyo.
Abdul Fikri Faqih, Fraksi Partai Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sepakat dengan Trigatra Bangun Bahasa , yakni “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah dan Kuasai Bahasa Asing”. Menurutnya, Undang-Undang Bahasa Daerah harus ada kekhasannya di mana penekanan lebih kepada pelestarian atau eksistensi Bahasa Daerah. Harapannya, dengan UU tersebut, pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan bahasa daerah dapat dilakukan seiring sejalan. “Saya kira ini harus kita usahakan dan sepakati bersama juga,” ujar Abdul Fikri Faqih.
Sebelum mengakhiri sesi penyampaian masukan, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Zainuddin Maliki, berpendapat, “Bahasa Daerah adalah salah satu akar budaya kita. Bahasa Daerah juga berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan harmoni di tengah tengah keragaman budaya masyarakat lokal kita,” pungkasnya seraya menekankan agar RUU yang sifatnya sangat strategis ini bisa segera dituntaskan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar